Kamis, 15 Maret 2012

PANDANGAN TERHADAP SURAT EDARAN DIRJEN DIKTI

PANDANGAN TERHADAP SURAT EDARAN DIRJEN DIKTI

Mengenai surat edaran Dirjen Dikti yang akan diberlakukan Agustus 2012 ini,  saya sebagai mahasiswa ataupun mahasiswi sangatlah tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Karena hal tersebut sangat memberatkan sekali, selain menyusun skripsi mahasiswa atau mahasiswinya diwajibkan  menulis artikel ilmiah . Dalam surat edaran itu dinyatakan bahwa media publikasi yang digunakan adalah jurnal ilmiah, baik yang terakreditasi nasional maupun internasional. Kalau jurnal ilmiah yang dimaksud adalah jurnal ilmiah dalam format cetak, sangatlah tidak mungkin memenuhi kebutuhan mahasiswa yang sangat banyak dan semua ingin memublikasikannya, sementara media jurnal terakreditasi nasional maupun internasional jumlahnya sangat terbatas. Kemampuan setiap mahasiswa atau mahasiswi dalam menulis juga  berbeda – beda. Saya sebagai mahasiswi merasa cemas dan bingung karena tidak terlalu bisa menulis.
Bila surat edaran Dirjen Dikti tersebut benar-benar diberlakukan, maka kemungkinan masa perkuliahan menurut saya  bisa jadi akan lebih lama. Sebab  untuk menyelesaikan penulisan skripsi saja mahasiswa memerlukan waktu berbulan-bulan dengan berbagai tantangan mulai dari birokrasi pengajuan usul penelitian yang rumit, tekanan dosen pembimbing, biaya yang tidak sedikit, dan lain sebagainya, ditambah lagi harus membuat makalah yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Karena seperti kita ketahui, dosen yang sudah lulusan S2 dan S3 saja tidak bisa dengan mudah memuat tulisan mereka di jurnal ilmiah, apalagi mahasiswa yang notabene hanya lulusan SMA.
Menulis jurnal bukanlah hal yang sangat mudah. Karena memerlukan perbaikaan proses belajar mengajar yang berkualitas yang akhirnya dapat memberikan motivasi mahasiswa untuk dapat melakukan penelitian dengan baik. Hasil penelitian yang baik tentu akan mampu menghasilkan kualitas publikasi ilmiah yang baik. Salah satu aspek penting yang terkait dengan hal ini adalah pentingnya proses pembimbingan skripsi/tesis/disertasi yang baik dan berkualitas,  secara umum kemampuan mahasiswa dalam penulisan ilmiah masih kurang dan memerlukan pendampingan yang lebih baik dalam hal penulisan artikel ilmiah. Selain itu masih diperlukan peningkatan kualitas proses belajar mengajar yang terkait dengan Bahasa Indonesia.
Memang sekilas kebijakan ini dirasa memberi manfaat bagi kemajuan pendidikan di Indonesia terutama dalam hal meneliti dan membuat karya ilmiah. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan hal berbeda. Belum juga kebijakan ini  dilaksanakan apalagi dievaluasi, sudah menuai berbagai penolakan dan persepsi negative  baik dari kalangan mahasiswa maupun dosen. Pertentangan antara pernyataan yang membuat kebijakan dengan surat edaran yang memuat kebijakan itu mengisyaratkan bahwa pengambilan keputusan ini tidak dipikirkan secara matang atau bisa di katakan sebagai kebijakan instan. Semuanya sangatlah terburu – buru untuk diputuskan. Perlu direnungkan sejenak, andaikata kebijakan tersebut sebagai harga mati, mau tidak mau jalan terus apa boleh buat. Para pimpinan perguruan tinggi negeri dan swasta seluruh Indonesia harus menjalankannya dengan berat hati.

Sumber bahan :





Selasa, 06 Maret 2012

                            RUANG KREATIF DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

Secara detail Harmer ( 1998:10 ) menerjemahkan secara rinci karakter pembelajar, yaitu :
1.    Memiliki kemauan untuk mendengar
2.    Memiliki kemauan untuk mencoba
3.    Memiliki kemauan untuk bertanya
4.    Memiliki kemauan untuk berfikir tentang cara belajar
5.    Kemauan untuk menerima perbaikan.

Ruang Kreatif Pengajaran Bahasa
Ruang kreatif dapat berbentuk segala aktivitas yang dilakukan para siswa dalam rangka mengembangkan skill kebahasaan mereka. Bentuk ekspresi atau apresiasi yang mereka lakukan sangat ditentukan oleh pertemuan mereka dengan jenis ruangan kreatif tersebut.
Ruang kreatif akan memunculkan sikap berani bereksprimen dan tidak takut melakukan kesalahan. Dalam ruang kreatif setiap prilaku salah akan dihargai sebagaimana prilaku benar dan akan berarti bagi penemuan kebenaran sesungguhnya. Semakin dini mengetahui kemampuan diri, semakin cepat siswa tersebut dapat mengembangkan dirinya.
Wallas ( 1926 ) dalam  bukunya The Art Of Thought ( Piirto, 1992 ), sebagaimana dikutip Sriti Mayang Sari ( 2005 ) menyatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap yaitu : persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Proses kreatif akan bersinergi dengan hadirnya ruang kreatif. Berbahasa merupakan proses kreatif, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.

Metodologi Pengajaran Bahasa
Berkait dengan pentingnya ruang kreatif, metodologi pembelajaran bahasa yang diyakini para guru , baik dalam bentuk model, pendekatan, metode, dan strategi hendaknya dipilih yang mempertimbangkannya aspek ruang kreatif dan tersediannya kesempatan para siswa untuk berkreatif dalam berbahasa. Pembelajaran bahasa kreatif menekankan keterlibatan siswa secara intelektual dan emosional dalam pembelajaran didorong untuk menemukan / mengkontruksi sendiri konsep yang sedang dikaji melalui penafsiran yang dilakukan dengan berbagai cara , seperti observasi, diskusi, atau percobaan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanggung jawab menyelesaikan tugas bersama. Pada dasarnya, kegiatan pembelajaran kreatif dibagi menjadi empat langkah, yaitu orientasi, eksplorasi, interpretasi, dan rekreasi.
Beberapa metode pembelajarb yang termasuk dalam pembelajaran krooperatif adalah pembelajaran tim siswa yang dikembangkan oleh Jhon  Hopkins University (Slavin, 2008 :10 ). Tiga konsep yang penting dalam PTS adalah penghargaan bagi tim, tanggung jawab bagi individu, dan kesempatan sukses yang sama.
Dalam STAD tim belajar terdiri dari empat orang berbeda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etnik. Gagasan utama STAD adalah untuk memotivasi  siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru.
Zigsaw II adalah adaptasi dari teknik teka- teki Elliot Aronson ( 1978 ). Dalam teknik ini siswa bekerja dalam anggota kelompok yang sama, yaitu empat orang dengan latar belakang yang berbeda. TAI memungkinkan siswa untuk memasuki sekuen individual berdasarkan penempatan tes dan melanjutkannya dengan tingkat kemampuan mereka sendiri. CIRC adalah program kompeherensif untuk mengajarkan membaca dan menulis pada kelas sekolah dasar pada tingkat lebih tinggi.
Metode pembelajarn kooperatif yang lainnya adalah group investigation yang dikembangkan oleh Shlomo dan Yael Sharon dari Universitas Tel Aviv, Learning Together dari David dan Roger Johnson dari Universitas Minnesote , Complex Instruction, dari Elizabeth Cohen dari Universitas Stanford dan Structure Dyadic Methods. Tipologi pembelajarn kooperatif ,yaitu tujuan kelompok, tanggung jawab individual, kesempatan sukses yang sama, kompetisi tim, spesialisasi tugas, dan adaptasi terhadap kebutuhan kelompok.
Brown ( 2001 ) menyebutkan bahwa hal tersulit yang dialami seseorang pengajar bahasa adalah menemukan strategi yang tepat agar siswa sukses belajar. Brown menidentifikasikan beberapa pendekatan bahasa yang sejak lama dipakai dalam pengajaran bahasa :
1.    Metode penerjemahan
2.    Metode seri
3.    Metode langsung
4.    Metode audiolingual

Dalam hal realisasi pembelajaran bahasa, Brown (2001: 55-68) menyodorkan beberapa prinsip yang secara umum dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yakni prinsip-prinsip kognitif, afektif, dan prinsip linguistik. Prinsip-prinsip yang ditawarkan Brown (2001) yang tergolong dalam kelompok prinsip kognitif adalah keotomatisan , pembelajarn yang bermakna, penyiapan penghargaan, motivasi intrinsik, investasi strategis. Prinsip afektif menyodorkan prinsip pengajaran bahasa : ego bahasa, kepercayaan diri, menanggung resiko. Sementara itu, prinsip linguistik menyodorkan prinsip pengajaran bahasa : efek bahasa ibu, antarbahasa, dan kompetensi komunikatif.
            
Photobucket